Prabowo Akan Terapkan Pembelajaran Matematika Sejak TK, Atasi Minimnya Kemampuan Berhitung Pelajar

Kemampuan berhitung pelajar Indonesia

Warta Pendidikan Jogja – Pemerintahan Prabowo Subianto berencana meningkatkan metode pembelajaran matematika. Fokus utama ada di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Rencana ini muncul setelah viralnya berbagai unggahan yang menunjukkan lemahnya kemampuan berhitung pelajar Indonesia.

Di media sosial, beberapa video memperlihatkan siswa sekolah menengah kesulitan menjawab soal dasar. Misalnya, seorang siswi Pramuka yang tidak bisa menjawab 6×5. Bahkan, saat ditanya hasil 6+10, ia menjawab 60. Seharusnya, jawabannya adalah 16.

Lebih jauh, hasil asesmen internasional juga memperlihatkan kondisi serupa. Pada 2022, skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia untuk matematika hanya 366 poin. Skor ini lebih rendah dibandingkan hasil pada 2015 dan 2018. Di ASEAN, Indonesia berada di peringkat keenam dari delapan negara, hanya unggul dari Filipina dan Kamboja.

Melihat kondisi ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru dilantik pada 21 Oktober 2025, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto ingin memperbaiki metode pembelajaran matematika sejak dini.

“Presiden ingin pelajaran matematika lebih diperkuat di SD, terutama kelas 1 hingga 4. Bahkan, beliau mengusulkan agar matematika mulai diperkenalkan sejak TK,” kata Abdul Mu’ti di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (22/10).

Rendahnya Kemampuan Berhitung Pelajar, Apa Penyebabnya?

Minimnya kemampuan matematika juga dirasakan langsung oleh Anas Baihaqi, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia Tengah. Ia terkejut saat mendapati empat siswa SMK yang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di kantornya mengalami kesulitan berhitung.

“Saat saya uji dengan soal sederhana, mereka masih salah. Saya tanya berapa 6+8, mereka jawab 12. Ketika saya tanyakan nilai rata-rata dari 6 dan 8, mereka bilang tidak tahu,” tulisnya dalam unggahan Facebook pada Senin (30/9).

Lebih mengejutkan lagi, para siswa tersebut bahkan kesulitan membaca angka lebih dari tiga digit. Sebelum bisa mengajarkan penggunaan Microsoft Excel, Anas harus kembali mengajarkan matematika dasar tingkat SD.

Unggahannya pun viral. Banyak warganet mengaku mengalami kejadian serupa.

Fenomena Nasional, Bukan Kasus Terisolasi

Putri, seorang kepala SD di Kota Bandung, juga mengakui hal serupa. Menurutnya, banyak siswa masih kesulitan memahami konsep perkalian dan pembagian.

“Mereka bisa mengerjakan soal, tetapi butuh waktu lama. Konsepnya belum benar-benar mereka pahami,” jelasnya.

Namun, dibandingkan membaca, kemampuan berhitung siswa di sekolahnya masih lebih baik. Saat ia mulai bertugas pada 2022, sekitar 40 dari 540 siswa belum bisa membaca. Kini, jumlahnya berkurang menjadi 17 siswa, yang duduk di kelas 4, 5, dan 6.

Ketua Dewan Pakar Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, menambahkan bahwa fenomena ini telah lama terjadi. Bahkan, di beberapa wilayah Indonesia Timur, situasinya lebih parah.

“Di Papua, banyak siswa SMA yang belum bisa membaca dengan lancar. Saat mereka SD, mereka sudah mengalami kesulitan. Ditambah lagi, kondisi geografis membuat pembelajaran semakin sulit,” jelasnya dalam wawancara telepon, Kamis (17/10).

Dengan berbagai tantangan yang ada, penerapan metode pembelajaran matematika sejak usia dini diharapkan bisa menjadi solusi jangka panjang. Harapannya, siswa Indonesia lebih siap menghadapi tantangan akademik di masa depan.

Penulis: Aizan Syalim

Sumber Gambar: https://ichef.bbci.co.uk/ace/ws/800/cpsprodpb/65fd/live/185c0a90-916e-11ef-995d-c3b470c11f78.jpg.webp

Sumber Berita: https://www.bbc.com/indonesia/articles/cly0gxyjzzeo