Warta Pendidikan Jogja – Tak semua kampus di Yogyakarta hidup dalam hiruk-pikuk mahasiswa bermobil dan nongkrong di coffee shop. Di sudut barat Jogja, ada sebuah perguruan tinggi swasta yang mungkin tak populer, namun justru menciptakan ruang tumbuh yang lebih manusiawi bagi mahasiswanya.
Sebagian besar mahasiswa di kampus ini hidup sederhana. Alih-alih tampil perlente, banyak yang lebih fokus pada kuliah dan bertahan hidup dengan kondisi keuangan pas-pasan. Hal ini justru menciptakan suasana kampus yang lebih jujur dan bersahabat, jauh dari tekanan sosial media dan ekspektasi gaya hidup tinggi.
Meski bukan kampus elit, tempat ini memberikan ruang bertumbuh yang sangat luas. Persaingan yang tidak terlalu ketat justru membuat mahasiswa bisa mengeksplorasi diri dan belajar tanpa tekanan berlebihan. Bahkan, jumlah mahasiswa dalam satu program studi sangat sedikit, sehingga proses belajar menjadi lebih personal dan intensif. Setiap mahasiswa dituntut aktif karena tidak bisa hanya bergantung pada teman lain.
Salah satu keunggulan besar dari kampus ini adalah kualitas dosennya. Meski mengajar di kampus kecil, para dosen berdedikasi tinggi dalam membimbing mahasiswa, bahkan yang belum punya semangat belajar. Mereka tak hanya mengajar, tapi juga menginspirasi.
Penulis artikel ini mengungkapkan rasa syukurnya karena bisa belajar di tempat yang mungkin dipandang sebelah mata, tapi justru membentuk karakter dan memberi pengalaman hidup yang berarti. Ia menyebutnya “kampus buluk kesayangan” — tempat di mana ia ditumbuhkan dan belajar menumbuhkan.
Kampus ini adalah contoh nyata bahwa perguruan tinggi yang kecil dan tidak populer pun bisa menjadi tempat terbaik untuk berkembang secara utuh — bukan hanya akademik, tapi juga secara personal dan sosial.
Ditulis oleh Aizan
Sumber gambar: pexels – https://images.pexels.com/photos/9489765/pexels-photo-9489765.jpeg?auto=compress&cs=tinysrgb&w=600
Artikel ini diadaptasi dari tulisan Sayidah Chovivah di Mojok, diakses pada 4 April 2025. – https://mojok.co/esai/kampus-di-jogja-ini-nggak-terkenal-tapi-lebih-manusiawi/2/